Senin, 22 April 2013

Tugas3 Perkembangan obat atau faksin di indonesia


Perkembangan obat atau faksin di indonesia
AREA KERJA

Program Obat Esensial: Akses, Kualitas dan Penggunaan Obat Rasional 1
Program Obat Esensial: Akses, Kualitas dan Penggunaan Obat Rasional 2
Program Obat Esensial: Akses, Kualitas dan Penggunaan Obat Rasional 3
Program Keamanan Darah dan Teknologi Klinis
Program Imunisasi dan Pengembangan Vaksin (Vaksinasi)
Program Imunisasi dan Pengembangan Vaksin 2
Program Imunisasi dan Pengembangan Vaksin 3
Program Imunisasi dan Pengembangan Vaksin 4
Program Imunisasi dan Pengembangan Vaksin 5

PROGRAM OBAT ESENSIAL: AKSES, KUALITAS DAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL 1

Pokok Masalah dan Tantangan :

Kebijakan Obat-Obatan Nasional Indonesia sudah ketinggalan zaman, dan ditulis sebelum desentralisasi. Maka dari itu kebijakan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan di negara, terutama (namun tidak eksklusif) di bidang suplai dan pengelolaan obat-obatan. Selanjutnya, Kebijakan Obat-Obatan Nasional yang kini tidak memperhatikan pembagian peranan antara Departemen Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (sebelumnya Badan POM berada dibawah DepKes). Maka dari itu, revisi Kebijakan Obat-Obatan Nasional akan menjadi salah satu prioritas untuk periode dua tahun ini.

Selain itu, sejumlah pembangunan di tingkat internasional akan memberikan implikasi bagi akses terhadap obat-obatan di Indonesia; ini termasuk pembangunan yang berhubungan dengan perjanjian dagang. Namun kapasitas nasional untuk menganalisa implikasi dan mengembangkan rencana yang tepat untuk melindungi akses ke obat-obatan masih terbatas, maka memperkuat kapasitas ini akan menjadi prioritas lain dari program WHO di Indonesia.

Sasaran :

Memperbaharui kebijakan obat-obatan nasional dan mendukung pelaksanaannya.
Memperkuat kapasitas nasional untuk menganalisa implikasi dari perjanjian dagang internasional.

PROGRAM OBAT ESENSIAL: AKSES, KUALITAS DAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL 2

Pokok Masalah dan Tantangan :

Indonesia memiliki badan yang berfungsi dengan baik yang mengawasi obat-obatan dan makanan, yang mana secara meningkat digunakan oleh WHO sebagai lembaga pelatihan untuk badan-badan yang serupa di wilayah. Namun sebagai badan di Indonesia untuk berfungsi secara tepat sebagai mitra WHO, dan sebagai lembaga pelatihan bagi yang lain, adalah harus bahwa kekosongan-kekosongan tertentu, yang diidentifikasi selama beberapa evaluasi dan misi-misi penilaian yang dilakukan oleh tim WHO dalam kurun waktu dua tahun yang lalu akan diperhatikan secara efektif. Ini akan berhubungan guna mengharmonisasikan standar pada tingkat global dan regional, dan pengaturan obat-obatan yang diproduksi oleh teknologi yang baru (seperti bioteknologi) dan perang melawan obat-obat palsu.

Sasaran :

Meningkatkan kinerja dari otoritas pengatur obat-obatan.

PROGRAM OBAT ESENSIAL: AKSES, KUALITAS DAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL 3

Pokok Masalah dan Tantangan :

Penggunaan dari obat yang diresepkan di Indonesia tidak selalu sangat rasional karena berbagai faktor, termasuk kurangnya kesadaran dan informasi di antara para pemberi resep dan juga para pasien.

Ini menjadi hal yang menjengkelkan, di satu sisi oleh iklan yang berlebihan, kadang dengan teknik pemasaran yang dipertanyakan, dan insentif yang tidak wajar bagi si pemberi resep dan apotik untuk lebih mengutamakan obat-obatan yang mahal, dan di sisi lainnya, oleh kurangnya kesadaran dan perilaku yang kritis di antara pasien/ masyarakat umum.

Maka dari itu, perbaikan penggunaan obat-obatan oleh masyarakat umum dan di rumah sakit memiliki potensi untuk memperbaiki kualitas pelayanan secara signifikan. Maka, perbaikan penggunaan obat rasional akan menjadi bidang penting dimana WHO dapat dan harus mendukung negara.

Beberapa kegiatan tertentu yang ditujukan untuk perbaikan penggunaan obat-obatan akan membangun projek-projek percobaan yang sukses dalam rangka meningkatkan pendidikan masyarakat, yang dilakukan dengan dukungan WHO di waktu dua tahun belakangan ini.

Sasaran :

Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang penggunaan obat rasional dan tepat dan resep obat.

PROGRAM KEAMANAN DARAH DAN TEKNOLOGI KLINIS

Pokok Masalah dan Tantangan :

HIV/AIDS dan Hepatitis dikenal sebagai masalah kesehatan masyarakat yang besar di negara-negara di wilayah Asia Tenggara dan juga di Indonesia. Mayoritas dari penularan-penularan ini dapat dicegah melalui penyediaan darah yang aman. Namun demikian, kualitas dari penyaringan untuk immuno-haematology dan transfusi dari infeksi yang menular yang ada belum mencukupi sehingga terjadilah transfusi darah yang kualitas dan keamanannya dipertanyakan. Untuk mencapai tujuan ini, sistem kualitas yang fungsional harus diadakan. Ada kebutuhan untuk memberikan pelatihan untuk beberapa area tertentu dari sistem kualitas, terutama dokumentasi, dan meningkatkan jumlah peserta dalam rencana penilaian kualitas eksternal nasional.

Sasaran :

Menerapkan sistem pengaturan kualitas untuk jasa transfusi darah.
Memperkuat sistem penilaian kualitas eksternal untuk darah dan produk-produk darah.

PROGRAM IMUNISASI DAN PENGEMBANGAN VAKSIN (VAKSINASI)

Pokok Masalah dan Tantangan :

Indonesia memulai akselerasi upaya penghapusan polio di tahun 1995 dengan Hari Imunisasi Nasional yang pertama, sebuah jaringan pengamatan AFP dan tiga laboratorium polio. Sejak itu Indonesia telah membuat kemajuan yang mantap menuju pencapaian gol dari penghapusan polio. Tidak ada wild virus yang telah diisolasikan di Indonesia sejak tahun 1995.

Meskipun dengan kemajuan yang mengesankan ini, krisis ekonomi yang menimpa Asia Tenggara dan desentralisasi pemerintahan mempengaruhi pelayanan imunisasi rutin secara besar. Di dalam sebuah negara yang besar seperti Indonesia, data di tingkat nasional sering menyembunyikan propinsi dan daerah dengan kinerja yang buruk. Daerah-daerah ini umumya lebih terpencil, mengalami konflik yang sedang berjalan dan/atau menghadapi hambatan dalam anggaran belanjanya untuk menyelenggarakan program EPI. Selanjutnya, bahkan dengan perkiraan jangkauan OPV3 yang sekarang ini adalah 80% dan keefektifan untuk 3 dosis OPV dari 80% hanya sekitar 64% (0,8 x 0,8) bayi dalam setiap kelompok bayi yang lahir setiap tahunnya benar-benar terlindungi dari polio. Indikator pengamatan AFP juga mulai terputus-putus. Sampai dengan bulan Mei 2001, tingkat AFP non-polio tahunannya telah menurun di bawah satu, menjadi 0,82 dari 1,26 di tahun 1998. Ini meningkatkan kemungkinan bahwa wild virus atau VDPV memiliki potensi untuk terjadi di daerah yang rendah jangkauan OPV-nya dan tetap tidak terdeteksi.

Berdasarkan informasi ini, Kelompok Penasihat Teknis dalam pertemuannya di Myanmar di bulan Mei 2001 merekomendasikan bahwa Indonesia melaksanakan Hari Imunisasi Nasional di tahun 2002.

Berikutnya, dengan dukungan finansiil dan teknis dari sumber eksternal, Departemen Kesehatan dan WHO, Pemerintah Indonesia melaksanakan Hari Imunisasi Nasional yang berhasil pada tanggal 12 September sampai dengan 9 Oktober 2002. Keberhasilan ini dicapai meskipun ada banyak keganjilan - sangat pendeknya lead-time untuk persiapan, sistem desentralisasi yang baru dicanangkan oleh pemerintah, dan tidak meratanya arus dana ke beberapa propinsi.

Dengan target perkiraan sekitar 20,9 juta anak balita, mereka mendapatkan laporan jangkauan sebesar 103% dari 104% dari kedua putaran. Dengan disebarkannya 38 petugas pengamat yang didukung oleh WHO, tingkat AFP non polio meningkat sedikit menjadi 1,23 di tahun 2002, namun mulai turun lagi di tahun 2003 (0,99 di bulan November 2002). Peninjauan kembali pengamatan gabungan antara nasional dan internasional AFP yang diselenggarakan di bulan Juni 2003 menyatakan keprihatinan yang serius pada turunnya kualitas pengamatan dan membuat beberapa rekomendasi pokok:

Struktur pengamatan dengan jaringan petugas pengamat perlu dipelihara sedikitnya selama 3-5 tahun ke depan. Pemerintah pusat harus menjamin sertifikat pengamatan standar. Ini akan membutuhkan pengawasan dan bantuan teknis terhadap petugas pengamat yang ditingkatkan.
Pengamatan cacar dan Neonatal Tetanus dapat digabungkan dengan pengamatan AFP.
Memperbaiki ketrampilan staf pengamat di propinsi dan daerah dalam hal penyelidikan dan tindakan lanjut dan dalam penggunaan data pengamatan untuk pembuatan keputusan.
Dengan menganggap bahwa perbaikan ini dapat dipertahankan, Pemerintah mungkin tidak perlu melakukan Kegiatan Imunisasi Pelengkap tambahan untuk polio selama dua tahun ke depan.

Sasaran :

Mencapai dan memelihara Indonesia bebas polio.

PROGRAM IMUNISASI DAN PENGEMBANGAN VAKSIN 2

Pokok Masalah dan Tantangan :

Vaksin campak diperkenalkan ke dalam program EPI di tahun 1984. WHO SEARO memperkirakan bahwa ada sekitar 38.000 kematian akibat campak per tahunnya di Indonesia. Indonesia telah menetapkan tujuan dari Imunisasi Anak Universal (Universal Childhood Immunization/ UCI); jangkauan vaksin campak yang 80% digunakan sebagai indikator tujuan ini. Sejak tahun 1992, jangkauan vaksin campak yang dilaporkan berada di kisaran 28-90%, meskipun Susenas yang paling terakhir 2002-03 memperkirakan bahwa jangkauan hanya akan sebesar 71,6% dengan variasi kota-desa yang signifikan (kota 78%, desa 66%). Selanjutnya, proporsi dari desa-desa yang mendapat jangkauan >80% telah menurun secara mantap di tahun-tahun terakhir.

Upaya-upaya telah dibuat untuk mencapai desa-desa yang "berisiko tinggi" dengan kegiatan vaksin campak pelengkap. Sebuah desa yang "berisiko tinggi" dijabarkan sebagai desa yang tidak mencapai UCI (<80% jangkauan campak) selama tiga tahun berturut-turut. Kegiatan-kegiatan ini disebut "vaksinasi kilat". Semua anak yang berusia 6 - 59 bulan ditargetkan untuk vaksinasi campak. Di tahun 2002, 25% dari semua penduduk desa ditargetkan untuk "vaksinasi kilat" ini selama Hari Imunisasi Nasional polio. Jangkauan yang dilaporkan dari desa-desa ini adalah 78% dibandingkan dengan polio yang hampir 100%.

Strategi vaksinasi yang lengkap dan jangka panjang diperlukan untuk memecahkan dan memelihara pemecahan sirkulasi virus campak. Strategi ini harus mengikutsertakan kegiatan-kegiatan vaksinasi untuk mengurangi secara mencolok dan mempertahankan tingkat kerentanan di anak-anak usia pra-sekolah dan usia sekolah. Namun demikian, imunisasi campak yang rutin tetap menjadi dasar dari pengurangan kematian akibat campak yang berkesinambungan serta strategi untuk menghapuskan campak.

Untuk mencapai penghapusan campak, dengan tingkat jangkauan vaksinasi kini dan wabah campak yang sekarang ini, akan menjadi penting untuk mempersiapkan kesempatan kedua untuk imunisasi campak untuk semua anak berusia 9 - 54 bulan, bukan hanya bagi mereka yang tinggal di desa-desa yang tinggi risikonya.

Kualitas pengawasan campak adalah komponen penting dari strategi penghapusan campak. Pemerintah Indonesia berencana untuk menyelenggarakan pengawasan AFP, campak dan NT yang terpadu dimulai di tahun 2004 dan ada 4 laboratorium campak yang sedang dibangun.

Sasaran :

Menyediakan bantuan yang cukup untuk menjalankan strategi:
Untuk mencapai pengurangan yang berkesinambungan dalam kematian akibat campak,
Untuk memecahkan penularan di daerah-daerah dimana tujuan penghapusan campak telah ditetapkan,
Untuk mencapai penghapusan Maternal dan Neonatal Tetanus.

PROGRAM IMUNISASI DAN PENGEMBANGAN VAKSIN 3

Pokok Masalah dan Tantangan :

Untuk menjamin kualitas vaksin, Indonesia telah meletakkan suatu sistem pendaftaran produk dan fasilitas produk, pengawasan kinerja vaksin di kondisi lapangan dan tunduk pada GMP (Good Manufacturing Practices) dan evaluasi data klinis percobaan dalam mendaftarkan keputusan. National Regulatory Authority (NRA) yang kompeten dan berfungsi secara independen telah hadir.

Kualitas vaksin yang diberikan kepada anak-anak juga tergantung pada kualitas dari cold chain dan pengelolaannya dalam hal penyimpanan dan transportasi dari pabrik ke sesi vaksinasi. Sebuah studi di tahun 2001-2002 oleh PATH dan DepKes memperlihatkan bahwa 75% dari vaksin Indonesia mungkin telah terpapar ke suhu yang membeku selama distribusi. Ini dapat mempengaruhi potensi dari vaksin yang peka terhadap pembekuan seperti HB, TT, DPT dan DT. Banyak dari teknisi cold chain yang kini dalam pekerjaannya telah bekerja selama beberapa tahun dan mungkin mereka memerlukan pelatihan penyegaran dengan prosedur/ panduan operasi yang telah diperbarui. Maka, kegiatan prioritas selama dua tahun berikut adalah untuk mendapatkan penilaian dari pengelolaan cold chain, pedoman/ prosedur pengoperasian yang direvisi dan pelatihan penyegaran bagi staf cold chain.

Sasaran :

Menjamin kualitas vaksin.

PROGRAM IMUNISASI DAN PENGEMBANGAN VAKSIN 4

Pokok Masalah dan Tantangan :

Indonesia telah menetapkan kebijakan penyuntikan yang aman dan menggunakan hanya jarum suntik AD untuk imunisasi dan meningkatkan penggunaan jarum suntik AD dan jarum suntik sekali pakai (disposable) untuk perawatan kuratif juga. Ini dengan menggunakan jarum suntik dari Uniject untuk Hepatitis B dosis pada saat baru lahir dan jarum suntik AD untuk dosis lainnya dengan menggunakan dana dari GAVI. Namun, ini belum mengadopsi kebijakan nasional akan pembuangan yang aman dari barang-barang tajam dan jarum.

WHO akan mendukung inisiatif untuk mengembangkan sebuah kebijakan nasional untuk pembuangan yang aman dari barang tajam dan jarum dan membantu menerapkan kebijakan tersebut melalui sokongan dan panduan teknis.

Pemerintah Indonesia juga menerapkan suatu sistem pengawasan dan investigasi yang tepat untuk Adverse Event Following Immunization (AEFI) (Kejadian yang Merugikan Setelah Imunisasi).

Sasaran :

Menjamin keamanan imunisasi.

PROGRAM IMUNISASI DAN PENGEMBANGAN VAKSIN 5

Pokok Masalah dan Tantangan :

Indonesia dilaporkan 78% dari daerahnya melaporkan 85% jangkauan di tahun 2000, turun dari 90% daerah yang melaporkan 80% jangkauan di tahun 1999.

Dengan desentralisasi dana dan otoritas, ada kekurangan kejelasan pada peranan dan tanggung jawab dari pembuatan keputusan yang telah pindah ke daerah. Ini mengakibatkan pengaruh yang merugikan pada EPI dan pada pelayanan kesehatan lainnya karena kurangnya panduan yang jelas dan kurangnya ketrampilan teknis/ mengelola di antara para staf daerah. Maka, adanya kebutuhan yang mendesak untuk memperkuat kapasitas pengelolaan dan teknis dari pengelola EPI di tingkat daerah dan propinsi. GAVI telah memberikan bantuan sebesar $40 juta untuk memperkenalkan vaksin Hep B dalam EPI rutin dan untuk memperkuat pelayanan imunisasi ($12 juta).

Maka dari itu, tujuan dari dukungan WHO adalah akan menyediakan panduan teknis yang cukup tentang penggunaan dana GAVI secara efektif untuk memperkuat rutin EPI. Rencananya termasuk dua komponen.

Seorang konsultan nasional yang didukung oleh WHO untuk memberikan bantuan teknis dalam penggunaan dana GAVI secara efektif.

Pengembangan model di tingkat daerah/ propinsi akan pengumpulan, analisa dan penggunaan data imunisasi untuk pembuatan keputusan dan perbaikan program.

Kuta (ANTARA News) - Indonesia berpeluang besar untuk menjadi pusat pengembangan vaksin dunia melalui PT Bio Farma sebagai satu-satunya produsen vaksin di Tanah Air yang telah mengekspor vaksin ke 117 negara.

"Untuk negara muslim, kita nomor satu, peluangnya sangat besar," kata Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), Iskandar, kepada pers di Kuta, Bali, Selasa.

Menurut dia, di antara 14 negara berkembang produsen vaksin, Indonesia merupakan negara muslim yang memiliki kemampuan untuk memproduksi vaksin yang sangat dibutuhkan bagi dunia.

Jika dibandingkan Iran yang juga merupakan produsen vaksin di negara berkembang, peluang Indonesia sangat besar mengingat negara itu sedang mengalami kesulitan terkait embargo teknologi sehingga belum mampu untuk mendapatkan prakualifikasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Saat ini, lanjut Iskandar, Bio Farma dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah diakui WHO melalui parkualifikasi yang dilakukan sejak 1997.

Dengan prakualifikasi itu, produsen vaksin yang terpusat di Bandung, Jawa Barat itu memperoleh ijin untuk mengekspor vaksin ke seluruh dunia dengan kualitas tinggi namun dengan harga terjangkau khusunya bagi negara berkembang.

Vaksin polio merupakan salah satu vaksin unggulan dengan produksi mencapai 1,4 miliar dosis per tahun.

Dia menambahkan bahwa selain menjadi produsen vaksin dunia, Indonesia juga berpeluang menjadi pusat untuk penelitian, dan berperan sebagai mitra penelitian vaksin baru bagi negara berkembang.

Jelang pelaksanaan pertemuan ke-13 Jaringan Produsen Vaksin Negara-Negara Berkembang-DCVMN yang akan digelar di Kuta 31 Oktober hingga 2 November mendatang, Indoensia akan mengajak negara partisipan untuk berbagi pengalaman untuk menemukan teknologi baru dalam mengembangkan vaksin dalam memerangi penyakit menular baru.

"Kita belum mengembangkan vaksin HIV. Itu tidak mudah karena memerlukan teknologi yang tinggi, kita manfaatkan negara anggota untuk menghasilkan teknologi," ujar Iskandar.

Selain itu, Bio Farma yang didirikan pada tahun 1890 itu juga saat ini tengah fokus untuk memproduksi vaksin anti diare atau rotavirus dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan.

Organisasi Kesehatan Dunia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

World Health Organization
منظمة الصحة العالمية
世界卫生组织
Organisation mondiale de la Santé
Всемирная организация здравоохранения
Organización Mundial de la Salud

Bendera Organisasi Kesehatan Dunia
Org type              Specialized agency of the United Nations
Acronyms            WHO
OMS
Head     Margaret Chan
Status   Aktif
Established         7 April 1948
Headquarters    Geneva, Swss
Website               www.who.int
Parent org           United Nations Economic and Social Council (ECOSOC)
Organisasi Kesehatan Dunia (bahasa Inggris: World Health Organization/WHO) adalah salah satu badan PBB yang bertindak sebagai sebagai koordinator kesehatan umum internasional dan bermarkas di Jenewa, Swiss. WHO didirikan oleh PBB pada 7 April 1948. Direktur Jendral sekarang adalah Margaret Chan (menjabat mulai 8 November 2006). WHO mewarisi banyak mandat dan persediaan dari organisasi sebelumnya, Organisasi Kesehatan, yang merupakan agensi dari LBB.
[sunting]Konstitusi dan Sejarah

Konstitusi WHO menyatakan bahwa tujuan didirikannya WHO "adalah agar semua orang mencapai tingkat kesehatan tertinggi yang paling memungkinkan". Tugas utama WHO yaitu membasmi penyakit, khususnya penyakit menular yang sudah menyebar luas.
WHO adalah salah satu badan-badan asli milik PBB, konstitusinya pertama kali muncul pada Hari Kesehatan Dunia yang pertama (7 April 1948) ketika diratifikasi ( Ratifikasi ) oleh anggota ke-26 PBB. Jawarharlal Nehru, seorang pejuang kebebasan utama dari India, telah menyuarakan pendapatnya untuk memulai WHO. Aktivitas WHO, juga sisa kegiatan Organisasi Kesehatan LBB (Liga Bangsa-bangsa), diatur oleh sebuah Komisi Interim seperti ditentukan dalam sebuah Konferensi Kesehatan Internasional pada musim panas 1946. Pergantian dilakukan melalui suatu Resolusi Majelis Umum PBB. Pelayanan epidemiologi Office International d'Hygiène Publique Prancis dimasukkan dalam Komisi Interim WHO pada 1 Januari 1947.
[sunting]Kegiatan dan Aktivitas
Selain mengatur usaha-usaha internasional untuk mengendalikan penyebaran penyakit menular, seperti SARS , malaria , tuberkulosis , flu babi dan AIDS , WHO juga mensponsori program-program yang bertujuan mencegah dan mengobati penyakit-penyakit seperti contoh-contoh tadi. WHO mendukung perkembangan dan distribusi vaksin yang aman dan efektif, diagnosa penyakit dan kelainan, dan obat-obatan. Setelah sekitar dua dekade (dua puluhan tahun) melawan variola , pada 1980 WHO menyatakan musnahnya penyakit cacar (variola) -- penyakit pertama dalam sejarah yang dimusnahkan dengan usaha manusia.
WHO menargetkan untuk memusnahkan polio dalam kurun waktu beberapa tahun lagi. Organisasi ini sudah meluncurkan HIV/AIDS Toolkit untuk Zimbabwe (dari 3 Oktober 2006), dengan standar internasional.
Ditambah lagi dalam tugasnya memusnahkan penyakit, WHO juga melaksanakan berbagai kampanye yang berhubungan dengan kesehatan -- contohnya, untuk meningkatkan konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran di seluruh dunia dan berusaha mengurangi penggunaan tembakau . Para ahli bertemu di kantor pusat WHO di Jenewa pada bulan Februari 2007 dan melaporkan bahwa usaha mereka pada perkembangan vaksin influenza yang pandemik telah mencapai kemajuan yang bagus. Lebih dari 40 percobaan klinik (clinical trial) ( http://en.wikipedia.org/wiki/Clinical_trial ) telah selesai atau sedang berlangsung. Kebanyakan difokuskan pada orang dewasa yang sehat. Beberapa perusahaan, setelah menyelesaikan analisis keamanan pada orang dewasa, telah memulai percobaan klinik pada orang lanjut usia dan anak-anak. Sejauh ini semua vaksin aman dan dapat ditoleransi tubuh (diterima tubuh) pada semua tingkat usia.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar